"Darimanakah rindu berasal?"
"Dari apa ia diciptakan?"
"Siapa pula yang menciptakannya?"
 |
Source: http://patonaifabian.blogspot.com/ |
Rasanya baru kemarin aku melihat seseorang melewati depan rumahku lalu ia membeli jajanan dari samping rumahku. Ia jauh-jauh berjalan kaki hanya untuk membeli beberapa jajanan yang biasa dibeli anak-anak sekolah dasar yang biasa bermain di sekitar rumahku. Aku berharap semoga pada saatnya aku akan tahu untuk apa dia membeli jajanan itu bersama beberapa temannya.
Rasanya baru kemarin aku merasakan sakit yang sulit untuk digambarkan. Perasaan dimana aku berputar-putar untuk memikirkan itu. Sakit di seluruh bagian kepala memang yang paling berat, itu memengaruhi seluruh tubuh. Tapi pada akhirnya entah rasa sakit itu hilang dengan sendirinya dibawa angin laut. Lalu angin laut membawa sampai ke puncak gunung dan memberitahu tentang rasa yang kemarin ingin ku gambar. Ia bilang aku melukis di atas kertas hitam. Pantas saja sulit sekali menggambarkan rasa itu sebelumnya.
Siapa yang menciptakannya? Suatu hari di waktu istirahat, aku abaikan waktu. Melewati beberapa tanjakan dan rintangan layaknya seorang petualang untuk mencapai suatu puncak, hanya untuk melihatnya kembali, melihat punggungnya, hanya punggungnya, aku sampai harus melewati suhu dingin dulu, harus mempersiapkannya terlebih dahulu. Setelah sampai di puncak, disanalah asal mula keluarnya satu kekuatan, kekuatan berbagi, kumpulan rasa yang sebelumnya tak pernah sejernih itu. Banyak belajar darisana, namun memang seperti kebanyakan rasa lainnya itu hanyalah beberapa bagian dari kehidupan.
Lalu selanjutnya aku kembali jadi seperti orang labil, labil yang aku sendiri masih belum apa tahu definisi dari labil tersebut, seperti sekarang. Aku terbaring, bahkan untuk melihat sebuah gerobak sampah kukira adalah harimau, metamorfosa hidup seperti saat itu memang sangat tidak enak sekali, seperti menelan ikan busuk.
Kucari lagi dan yang kutemukan hanya kita yang berbincang lewat ruang yang bernama "tanya apa saja dan aku tak tahu siapa dirimu." Ya, kau membuat ruang itu. Lewat udara yang tak bisa berbicara, lewat langit yang tak kunjung juga menulis rindu. Bagaimana tidak, sepintas-dua pintas aku hanya bisa menggerakkan jari-jari ini utuk menulis beberapa pertanyaan untukmu, lalu perlahan menjadi percakapan. Dan yang terakhir, (aku malu mengatakannya) permintaan. Entah apa yang ada dibenakmu. Senang berenang kau berikan jawaban atas pertanyaan dari permintaan. Entah gelagat apa yang ada dibenakmu saat itu untuk menjawab pertanyaan dari permintaanku tersebut. Kau lebih tahu. Sekarang, aku tak tahu lagi. Apakah boleh aku memandang wajahmu dalam suatu foto.
Apakah aku berdosa? Aku tak tahu. Dan yang lebih gilanya lagi aku melakukan beberapa perubahan dengan fotomu. Perpaduan antara wajahmu dan pertanyaan dari permintaanku. Sepertinya aku tidak mungkin untuk melanjutkan tulisan ini. Lalu, selebihnya aku gantungkan kepada Tuhanku.
Ternyata Tuhan masih mencintaiku! Benarkah itu? Iya karena sesaat aku menulis tulisan ini, sesaat itu pula aku diingatkan kepada Tuhanku. Temanku berkata dalam postingannya, "If Allah guides you to remember Him. It's a sign that Allah loves you." -Ali bin Abi Thalib. Aku melankolis. Aku tak begitu mengerti. Maka aku menangis, entah rasa apa ini, aku sangat senang rasanya masih ada yang mencintai aku. Terlebih lagi Tuhanku sendiri yang mencintai aku. Jika aku menggambarkan seperti apa Tuhanku, engkau takkan tahu karena kau takkan bisa menyebutkan seluruh kebaikan-Nya satu persatu. Senang. Senang sekali! Aku pun berdo'a macam-macam malam ini. Semoga aku bisa mencintai-Mu sepenuhnya suatu saat nanti sebelum aku mati dan disaat aku mati. Lalu, aku rindu. Rindu pada aku yang dulu. Mungkin tidak, jika aku melanjutkan menjadi pejuang muhammad? Aku harus. Aku harus merapikan kenangan.
Tadinya aku ingin mengakhiri tulisan ini dengan kata-kata seperti berikut :
Aku kembali melihat perangkat teleponku dan yang kulihat lagi adalah wajahmu. Mungkin memang rindu itu tak terdefinisi. Darimana asalnya sekarang aku tahu. Dari Maha Pemberi Rasa Rindu itu jawabannya. Dan apa yang Engkau kehendaki, maka jadilah! Tuhan, aku rindu sekali padanya.